Senin, 15 Agustus 2016

Cerpen Reuni

HONA... OH HONA
By Fera Andriani Djakfar


“Mah, malam ini Ayah keluar sama teman-teman lagi, ya?” Pamit suamiku.
“Iya sana!” Jawabku dingin. Toh dia gak bakalan bisa dilarang kemauannya. Sejak bertemu kembali dengan kawan-kawan SMP-nya hampir setiap hari dia keluar rumah untuk bertemu teman-temannya. Kalau aku mulai marah dan curiga, dia hanya tunjukkan HP-nya agar aku membaca sendiri ribuan chat di akun Whatsapp-nya.
“Apaan ini? Pake Bahasa Madura, lagi. Tambah bikin bete, tau...!” ujarku yang kadang sampai ngambek. Tapi dia malah terus-terusan tertawa dan asik dengan HP-nya. Aku yang asli Sunda dan sama sekali tidak mengerti Bahasa Madura jadi semakin sumpek.
“Gak ke cafee kok Mah, Cuma ke Hona aja...,” ujarnya.
“Hona tuh mana? Restoran Jepang? Awas ngabisin duit lagi!” Ancamku. Sebab kemarin aku temukan struk pembayaran berbagai minuman dan kue di sebuah coffee shop terkenal di Mall.
“Nggak, deh. Dijamin super ekonomis kalau di Hona,” katanya.
Aku pura-pura sudah tidur. Setelah kudengar motornya berlalu, segera aku beranjak menuju meja kerja suamiku untuk menyalakan laptop. Sudah lama aku ingin mencari tahu tentang “Hona” ini. Sebab dari ribuan chat di HP suamiku, Hona selalu menjadi trending topic. Apalagi salah satu temannya, selalu berteriak dalam chating-nya: Hona... Hona....!
Aku buka mesin pencari Google dan menulis kata kunci: Hona
Google menjawab, “Mungkin yang Anda maksud Honda
Kalau Honda mah aku juga tau, Gel... ujarku dalam hati dengan kesal sambil terus menekan “enter” untuk memastikan bahwa memang “Hona” yang aku cari.
Tak lama kemudian.... muncullah berbagai gambar dengan keyword Hona yang semakin membuatku panas hati. Ada gambar beberapa wanita cantik disana. Fraulain Hona, Hano Hona, Hona Sanjaya, dan banyak lagi. Ada juga beberapa judul film India. Hona Tha Pyaar, juga Kahona Pyaar Hai. Semua menampilkan wanita-wanita cantik dan sexy.
“Ya Allah... beri hamba petunjuk.... Hona manakah yang sering dikunjungi suami dan kawan-kawannya?” Aku menangis sendiri. Kuintip kedua anakku masih tidur pulas di kamar mereka. Waktu menunjukkan pukul 11 malam, dan suamiku belum datang juga. Akupun tertidur dengan kegundahan yang semakin menjadi.
“Mah... bangun Mah...!” Suamiku membangunkan.
“Apa? Jam berapa ini?” Tanyakuk masih dengan rasa kantuk yang amat sangat. Juga kepala terasa pusing dan berat karena beban pikiran sebelum tidur yang kubawa ke alam bawah sadar.
“Jam satu malam. Lagi ngerjakan apa kok laptopnya nyala?” Tanya suamiku. “Udahan, belum nulisnya?”
“Haah!!” astaghfirullah... segera kumatikan laptop di meja. Mudah-mudahan suamiku tadi tidak melihat apa saja yang kubuka di internet. Kulihat dia sudah terlelap dengan senyum mengembang. Betapa bahagianya dia memalui malam ini bersama teman-temannya... dan si Hona itu.
*********
Pagi ini, aku niat ngambek. Ya, betul-betul keterlaluan sudah. Aku yang rela belasan tahun meninggalkan keluarga besarku untuk ikut suami ke Madura, akhirnya harus disia-siakan seperti ini. Biasanya aku menyiapkan sarapan untu keluarga. Pagi itu sehabis shalat Shubuh aku tidur lagi. Gak peduli sama anak-anak, toh mereka sudah besar-besar. Yang paling kecil aja sudah kelas dua SD dan biasa mandi sendiri, sarapan sendiri. Biasanya tugasku mengantar anak ke sekolah. Tapi biarlah pagi ini ayah mereka yang mengantarkan. Toh anak juga anak bersama. Dia bersenang-senang semalaman bersama Hona, sekarang rasakan akibatnya. Kutarik selimut lebih rapat, dan tidur. Meskipun tidak nyenyak juga karena ini melawan kebiasaanku.
Kudengar sayup-sayup dari balik selimut anak-anak menanyakanku.
“Mamah kenapa Yah? Sakit ya Yah?” tanya anak bungsuku.
“Iya, sudah jangan ganggu Mamah. Biarkan Mamah istirahat!” Ujar suamiku sambil menguap. Mungkin dia masih mengantuk. Naluri keibuanku tidak tega membohongi anak-anakku. Tapi ini demi memberi pelajaran ayah mereka agar tidak seenaknya saja.
Awalnya aku pura-pura tidur, tapi akhirnya pulas juga. Kamar sudah terasa begitu gerah. Rupanya hari sudah siang. Badanku pegal-pegal sungguhan. Bukannya kecapekan, tapi karena kurang gerak. Selama ini yang membuat para ibu rumah tangga lebih sehat adalah karena banyak gerak. Dari mulai berjalan ke tempat belanja, masak, mencuci, dan sebagainya. Karena suasana begitu sepi, kukerjakan juga kewajibanku yang terbengkalai.
Di atas meja makan ada sebungkus nasi yang masih terbungkus rapi. Di sekitarnya ada tiga bungkus yang berserakan. Rupanya suamiku membeli sarapan nasi bungkus, dan menyisakan satu untukku. Habis berapalah itu semua? Mungkin menghabiskan jatah belanja sehari hanya untuk belanja sarapan. Pikiran ekonomis keibuanku berjalan.
Di sekitar kamar mandi baju-baju kotor anak-anak masih berserakan. Biasanya ketika adzan Dzuhur berkumandang aku sudah selesai mengambil baju dari jemuran. Kutinggal shalat Dzuhur, lalu melipat baju atau menyetrika. Sekarang adzan sudah berkumandang dan akupun belum mulai mencuci. Sungguh ngambek itu ternyata menyiksa diri sendiri. Hhfffhh...!!!
“Assalamu’alaikum, Mah...!” suamiku datang. Sebagai seorang wiraswatawan memang datang dan perginya tidak bisa diprediksi, tidak seperti orang kantoran yang jadwalnya rutin. Bahkan kata suamiku, salah satu temannya di grup SMP juga, ada yang pada jam tertentu pasti sedang berada di KRL.
“Waalaikum salam...!” Jawabku dengan suara diserak-serakkan.
“Oiya... anak-anak tadi pulang pagi karena guru-gurunya ada acara. Terus mereka aku titipkan di Mbak Dewi.” Rupanya dia mengira aku sakit sungguhan dan menitipkan anak-anak di rumah kakak perempuannya.
“Oh, iya gak apa-apa. Lagian besok kan tanggal merah, libur.”
“Iya. Trus, nanti malam kita juga biar punya waktu untuk jalan berdua aja.”
Gak salah, nih? Biasanya jalan sama teman-temannya terus akhir-akhir ini... Tapi aku tidak mengucap kalimat itu. Aku hanya mengangguk saja.
*********
Rasanya tidak sabar menunggu malam. Aku tidak tahu kemana suamiku akan membawaku. Apa jangan-jangan dia membawaku ke Hona? Untuk dibanding-bandingkan, gitu? Ohh... aku tidak bisa membayangkan harus bagaimana jika bertemu wanita itu nanti. Terbayang di Google semalam tentang berbagai sosok Hona.
Aku berdandan semodis mungkin, dengan pakaian ala hijaber terbaru. Idenya kudapat dari rancangan Saskia Sungkar, yang membuat aku tampak lebih muda beberapa tahun jika memakainya. Make-up yang kupakai juga yang spesial kupakai ke acara resepsi.
“Alamaak... ke Hona pakai kayak gitu?” Pekik suamiku kaget melihat penampilanku. Tuh kan benar dugaanku. Dia akan mengajakku ke Hona idolanya.
“Emang kenapa?” Aku melotot sewot. Kulihat dia mengulum senyum, lalu memotretku. Pasti deh dikirim ke teman-temannya di grup WA heboh itu, pikirku. Tapi kali ini aku yakin aku tidak kalah dengan si Hona.
Suamiku mengajak naik motor keliling menikmati suasana malam liburan, lalu berhenti di selatan alun-alun kota Bangkalan. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Udara mulai terasa dingin menusuk, dan akibatnya perut pun makin terasa lapar. Aku heran karena suamiku dari tadi mau mengajak makan di Hona, tapi kok sampai jam segini masih belum mengajak juga? Bisa jadi setelah melihatku berdandan dia jadi berpikir dua kali. Jangan-jangan sekarang dia berpikir Hona yang minder padaku. Hhhh... rasakan, kau Hona!
Setelah memarkir motor, suamiku menggandeng tanganku menuju sebuah tempat makan lesehan. Ya, sebuah lapak sederhana beralaskan tikar. Rupanya ada beberapa orang disana yang sedang asik makan. Aroma teri goreng dan sambal menusuk hidung, menyerang rasa lapar yang tertahan sejak tadi. Setelah kami duduk, suamiku memesan dua porsi. Lalu dia mengajakku selfie. Wah, pasti lagi-lagi mau dikirim ke teman-teman hebohnya,
“Mah, disinilah ayah dan teman-teman cangkruk sampai malam.”
Aku celingukan, mencari wajah-wajah yang kulihat di Google semalam. Kulihat penjualnya, seorang wanita tua yang ramah dan cekatan meladeni para pembeli.
“Ini pesanan sampean Nak...,” kata penjual itu. Suamiku yang menerimanya.
“Makasih, ya Mak Hona!” Ujar suamiku.
“Apaaa??” ucapku kaget.
“Kenapa? Kaget, ya setelah lihat Miss Hona? Hehe...” Goda suamiku. “Makanya Mah, jangan keburu curiga dulu. Itu lho yang namanya Mak Hona.”
Aku tersipu malu. Mungkin semalam dia memergoki yang kucari di internet. “Ayah juga sih... seru-seruan sama teman-temannya terus...” Ujarku dengan memelas. Andalanku untuk meluluhkan hati suami.
“Duh... cup-cup yaa... Ayah minta maaf deh. Iya, ini kan lagi seneng-senengnya ketemu teman-teman. Mamah pasti juga akan begitu kalau sudah reunian.” Ucapnya sambil mengelus-elus kepalaku. “Ayuk dimakan... gak enak tuh dilihat sama ‘saingan’ Mamah,” bisiknya sambil melirik ke Mak Hona yang mungkin karena kecapekan dengan nyaman dia merebahkan diri di atas tikar. Posisinya seperti putri duyung yang terdampar di pantai. aku senyum-senyum sendiri membandingkannya dengan berbagai Hona di Google semalam.
Ternyata tidak salah kalau suami dan teman-teman sangat suka nongkrong disana. Suasana malam yang dingin berdansa dengan hangatnya nasi dan teri goreng bersanding sambal. Kami pun puas bercanda dan bercerita, hingga suamiku sempat lupa dengan HP-nya. Setelah dilihat, ada 479 chat di grup WA-nya. Tapi itu tidak lagi menggangguku. Sebab ternyata yang membuatnya asyik selama ini bukan apa yang dia makan, bukan siapa yang melayani dia makan, tapi kebersamaan dengan kawan-kawan itulah yang memperindah suasana.
Tiba-tiba HP-ku berdentang tidak seperti biasanya. Kulihat secara mendadak ada puluhan notifikasi WA, lalu segera jadi ratusan. Rupanya seorang kawan memasukkan aku ke sebuah grup.
“Ya Allaah... Yaaah... ini kan teman-teman SMA mamah? Ya Ampuun... nih ada si Atun, Iche, ya Allaah....hihi..” Akupun asik berbalas canda. Tak kuhiraukan lagi suamiku yang juga sik dengan HP-nya. Toh inilah gaya pasangan zaman sekarang..., mau gimana lagi??
Tak terasa Mak Hona permisi akan menggulung tikarnya.

                                                                Bangkalan, 15 Agustus 2016
       Buat teman-teman SMP 2 alumni’95 yang sedang dimabuk "Hona"


3 komentar:

  1. Lucu dan kreatif sekali.. Terima kasih sudah me resume ribuan WA dari teman SMP 2...good job..

    BalasHapus
  2. Lucu dan kreatif sekali.. Terima kasih sudah me resume ribuan WA dari teman SMP 2...good job..

    BalasHapus
  3. Makasih Matin, sudah meluangkan waktu untuk membaca cerpen saya. iya, ini kisah tentang kita alumni SMP 2 thn 95 yang lagi seru reuni.

    BalasHapus