HONA... OH HONA
By Fera Andriani Djakfar
By Fera Andriani Djakfar
“Mah,
malam ini Ayah keluar sama teman-teman lagi, ya?” Pamit suamiku.
“Iya
sana!” Jawabku dingin. Toh dia gak bakalan bisa dilarang kemauannya. Sejak bertemu
kembali dengan kawan-kawan SMP-nya hampir setiap hari dia keluar rumah untuk
bertemu teman-temannya. Kalau aku mulai marah dan curiga, dia hanya tunjukkan
HP-nya agar aku membaca sendiri ribuan chat di akun Whatsapp-nya.
“Apaan
ini? Pake Bahasa Madura, lagi. Tambah bikin bete, tau...!” ujarku yang kadang
sampai ngambek. Tapi dia malah terus-terusan tertawa dan asik dengan HP-nya. Aku
yang asli Sunda dan sama sekali tidak mengerti Bahasa Madura jadi semakin
sumpek.
“Gak
ke cafee kok Mah, Cuma ke Hona aja...,” ujarnya.
“Hona
tuh mana? Restoran Jepang? Awas ngabisin duit lagi!” Ancamku. Sebab kemarin aku
temukan struk pembayaran berbagai minuman dan kue di sebuah coffee shop
terkenal di Mall.
“Nggak,
deh. Dijamin super ekonomis kalau di Hona,” katanya.
Aku pura-pura
sudah tidur. Setelah kudengar motornya berlalu, segera aku beranjak menuju meja
kerja suamiku untuk menyalakan laptop. Sudah lama aku ingin mencari tahu
tentang “Hona” ini. Sebab dari ribuan chat di HP suamiku, Hona selalu menjadi trending
topic. Apalagi salah satu temannya, selalu berteriak dalam chating-nya:
Hona... Hona....!
Aku buka
mesin pencari Google dan menulis kata kunci: Hona
Google
menjawab, “Mungkin yang Anda maksud Honda”
Kalau
Honda mah aku juga tau, Gel... ujarku
dalam hati dengan kesal sambil terus menekan “enter” untuk memastikan
bahwa memang “Hona” yang aku cari.
Tak lama
kemudian.... muncullah berbagai gambar dengan keyword Hona yang semakin
membuatku panas hati. Ada gambar beberapa wanita cantik disana. Fraulain Hona,
Hano Hona, Hona Sanjaya, dan banyak lagi. Ada juga beberapa judul film India.
Hona Tha Pyaar, juga Kahona Pyaar Hai. Semua menampilkan wanita-wanita cantik
dan sexy.
“Ya
Allah... beri hamba petunjuk.... Hona manakah yang sering dikunjungi suami dan
kawan-kawannya?” Aku menangis sendiri. Kuintip kedua anakku masih tidur pulas
di kamar mereka. Waktu menunjukkan pukul 11 malam, dan suamiku belum datang
juga. Akupun tertidur dengan kegundahan yang semakin menjadi.
“Mah...
bangun Mah...!” Suamiku membangunkan.
“Apa?
Jam berapa ini?” Tanyakuk masih dengan rasa kantuk yang amat sangat. Juga kepala
terasa pusing dan berat karena beban pikiran sebelum tidur yang kubawa ke alam
bawah sadar.
“Jam
satu malam. Lagi ngerjakan apa kok laptopnya nyala?” Tanya suamiku. “Udahan,
belum nulisnya?”
“Haah!!”
astaghfirullah... segera kumatikan laptop di meja. Mudah-mudahan suamiku
tadi tidak melihat apa saja yang kubuka di internet. Kulihat dia sudah terlelap
dengan senyum mengembang. Betapa bahagianya dia memalui malam ini bersama
teman-temannya... dan si Hona itu.
*********
Pagi
ini, aku niat ngambek. Ya, betul-betul keterlaluan sudah. Aku yang rela belasan
tahun meninggalkan keluarga besarku untuk ikut suami ke Madura, akhirnya harus
disia-siakan seperti ini. Biasanya aku menyiapkan sarapan untu keluarga. Pagi itu
sehabis shalat Shubuh aku tidur lagi. Gak peduli sama anak-anak, toh mereka
sudah besar-besar. Yang paling kecil aja sudah kelas dua SD dan biasa mandi
sendiri, sarapan sendiri. Biasanya tugasku mengantar anak ke sekolah. Tapi biarlah
pagi ini ayah mereka yang mengantarkan. Toh anak juga anak bersama. Dia bersenang-senang
semalaman bersama Hona, sekarang rasakan akibatnya. Kutarik selimut lebih
rapat, dan tidur. Meskipun tidak nyenyak juga karena ini melawan kebiasaanku.
Kudengar
sayup-sayup dari balik selimut anak-anak menanyakanku.
“Mamah
kenapa Yah? Sakit ya Yah?” tanya anak bungsuku.
“Iya,
sudah jangan ganggu Mamah. Biarkan Mamah istirahat!” Ujar suamiku sambil
menguap. Mungkin dia masih mengantuk. Naluri keibuanku tidak tega membohongi
anak-anakku. Tapi ini demi memberi pelajaran ayah mereka agar tidak seenaknya
saja.
Awalnya
aku pura-pura tidur, tapi akhirnya pulas juga. Kamar sudah terasa begitu gerah.
Rupanya hari sudah siang. Badanku pegal-pegal sungguhan. Bukannya kecapekan,
tapi karena kurang gerak. Selama ini yang membuat para ibu rumah tangga lebih
sehat adalah karena banyak gerak. Dari mulai berjalan ke tempat belanja, masak,
mencuci, dan sebagainya. Karena suasana begitu sepi, kukerjakan juga
kewajibanku yang terbengkalai.
Di atas
meja makan ada sebungkus nasi yang masih terbungkus rapi. Di sekitarnya ada
tiga bungkus yang berserakan. Rupanya suamiku membeli sarapan nasi bungkus, dan
menyisakan satu untukku. Habis berapalah itu semua? Mungkin menghabiskan jatah
belanja sehari hanya untuk belanja sarapan. Pikiran ekonomis keibuanku
berjalan.
Di sekitar
kamar mandi baju-baju kotor anak-anak masih berserakan. Biasanya ketika adzan
Dzuhur berkumandang aku sudah selesai mengambil baju dari jemuran. Kutinggal shalat
Dzuhur, lalu melipat baju atau menyetrika. Sekarang adzan sudah berkumandang
dan akupun belum mulai mencuci. Sungguh ngambek itu ternyata menyiksa diri
sendiri. Hhfffhh...!!!
“Assalamu’alaikum,
Mah...!” suamiku datang. Sebagai seorang wiraswatawan memang datang dan
perginya tidak bisa diprediksi, tidak seperti orang kantoran yang jadwalnya
rutin. Bahkan kata suamiku, salah satu temannya di grup SMP juga, ada yang pada
jam tertentu pasti sedang berada di KRL.
“Waalaikum
salam...!” Jawabku dengan suara diserak-serakkan.
“Oiya...
anak-anak tadi pulang pagi karena guru-gurunya ada acara. Terus mereka aku
titipkan di Mbak Dewi.” Rupanya dia mengira aku sakit sungguhan dan menitipkan anak-anak di rumah kakak perempuannya.
“Oh,
iya gak apa-apa. Lagian besok kan tanggal merah, libur.”
“Iya.
Trus, nanti malam kita juga biar punya waktu untuk jalan berdua aja.”
Gak
salah, nih? Biasanya jalan sama teman-temannya terus akhir-akhir ini... Tapi
aku tidak mengucap kalimat itu. Aku hanya mengangguk saja.
*********
Rasanya
tidak sabar menunggu malam. Aku tidak tahu kemana suamiku akan membawaku. Apa jangan-jangan
dia membawaku ke Hona? Untuk dibanding-bandingkan, gitu? Ohh... aku tidak bisa
membayangkan harus bagaimana jika bertemu wanita itu nanti. Terbayang di Google
semalam tentang berbagai sosok Hona.
Aku berdandan
semodis mungkin, dengan pakaian ala hijaber terbaru. Idenya kudapat dari
rancangan Saskia Sungkar, yang membuat aku tampak lebih muda beberapa tahun
jika memakainya. Make-up yang kupakai juga yang spesial kupakai ke acara
resepsi.
“Alamaak...
ke Hona pakai kayak gitu?” Pekik suamiku kaget melihat penampilanku. Tuh kan
benar dugaanku. Dia akan mengajakku ke Hona idolanya.
“Emang
kenapa?” Aku melotot sewot. Kulihat dia mengulum senyum, lalu memotretku. Pasti
deh dikirim ke teman-temannya di grup WA heboh itu, pikirku. Tapi kali ini
aku yakin aku tidak kalah dengan si Hona.
Suamiku
mengajak naik motor keliling menikmati suasana malam liburan, lalu berhenti di selatan alun-alun kota Bangkalan. Waktu menunjukkan
pukul sembilan malam. Udara mulai terasa dingin menusuk, dan akibatnya perut
pun makin terasa lapar. Aku heran karena suamiku dari tadi mau mengajak makan
di Hona, tapi kok sampai jam segini masih belum mengajak juga? Bisa jadi
setelah melihatku berdandan dia jadi berpikir dua kali. Jangan-jangan sekarang
dia berpikir Hona yang minder padaku. Hhhh... rasakan, kau Hona!
Setelah
memarkir motor, suamiku menggandeng tanganku menuju sebuah tempat makan lesehan.
Ya, sebuah lapak sederhana beralaskan tikar. Rupanya ada beberapa orang disana
yang sedang asik makan. Aroma teri goreng dan sambal menusuk hidung, menyerang
rasa lapar yang tertahan sejak tadi. Setelah kami duduk, suamiku memesan dua
porsi. Lalu dia mengajakku selfie. Wah, pasti lagi-lagi mau dikirim ke
teman-teman hebohnya,
“Mah,
disinilah ayah dan teman-teman cangkruk sampai malam.”
Aku celingukan,
mencari wajah-wajah yang kulihat di Google semalam. Kulihat penjualnya, seorang
wanita tua yang ramah dan cekatan meladeni para pembeli.
“Ini
pesanan sampean Nak...,” kata penjual itu. Suamiku yang menerimanya.
“Makasih,
ya Mak Hona!” Ujar suamiku.
“Apaaa??”
ucapku kaget.
“Kenapa?
Kaget, ya setelah lihat Miss Hona? Hehe...” Goda suamiku. “Makanya Mah, jangan
keburu curiga dulu. Itu lho yang namanya Mak Hona.”
Aku tersipu
malu. Mungkin semalam dia memergoki yang kucari di internet. “Ayah juga sih...
seru-seruan sama teman-temannya terus...” Ujarku dengan memelas. Andalanku untuk
meluluhkan hati suami.
“Duh...
cup-cup yaa... Ayah minta maaf deh. Iya, ini kan lagi seneng-senengnya ketemu
teman-teman. Mamah pasti juga akan begitu kalau sudah reunian.” Ucapnya sambil
mengelus-elus kepalaku. “Ayuk dimakan... gak enak tuh dilihat sama ‘saingan’
Mamah,” bisiknya sambil melirik ke Mak Hona yang mungkin karena kecapekan dengan nyaman dia merebahkan diri di atas tikar. Posisinya seperti putri duyung yang terdampar di pantai. aku senyum-senyum sendiri membandingkannya dengan berbagai Hona di Google semalam.
Ternyata
tidak salah kalau suami dan teman-teman sangat suka nongkrong disana. Suasana malam
yang dingin berdansa dengan hangatnya nasi dan teri goreng bersanding sambal. Kami
pun puas bercanda dan bercerita, hingga suamiku sempat lupa dengan HP-nya. Setelah
dilihat, ada 479 chat di grup WA-nya. Tapi itu tidak lagi menggangguku. Sebab
ternyata yang membuatnya asyik selama ini bukan apa yang dia makan, bukan siapa
yang melayani dia makan, tapi kebersamaan dengan kawan-kawan itulah yang
memperindah suasana.
Tiba-tiba
HP-ku berdentang tidak seperti biasanya. Kulihat secara mendadak ada puluhan
notifikasi WA, lalu segera jadi ratusan. Rupanya seorang kawan memasukkan aku
ke sebuah grup.
“Ya
Allaah... Yaaah... ini kan teman-teman SMA mamah? Ya Ampuun... nih ada si Atun,
Iche, ya Allaah....hihi..” Akupun asik berbalas canda. Tak kuhiraukan lagi
suamiku yang juga sik dengan HP-nya. Toh inilah gaya pasangan zaman sekarang...,
mau gimana lagi??
Tak
terasa Mak Hona permisi akan menggulung tikarnya.
Bangkalan,
15 Agustus 2016
Buat teman-teman SMP 2
alumni’95 yang sedang dimabuk "Hona"
Lucu dan kreatif sekali.. Terima kasih sudah me resume ribuan WA dari teman SMP 2...good job..
BalasHapusLucu dan kreatif sekali.. Terima kasih sudah me resume ribuan WA dari teman SMP 2...good job..
BalasHapusMakasih Matin, sudah meluangkan waktu untuk membaca cerpen saya. iya, ini kisah tentang kita alumni SMP 2 thn 95 yang lagi seru reuni.
BalasHapus